Cerita Sedih Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Tidak tanggung-tanggung, perjuangan yang dilakukannya kini sudah sampai tingkat pemerintah pusat. Kesungguhan itu terpancar dari mata guru yang telah mengabdi selama 21 tahun di SDN 1 Way laga, Panjang.Yah, wanita ini bernama Honore yang menghasilkan cerita sedih sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Kini usianya telah memasuki usia 46 tahun. Pengabdiannya hingga 21 tahun, belum juga membuahkan hasil yang membanggakan buat kehidupan masa tuanya alias belum juga diangkat sebagai guru tetap.
Honore bernasib sama dengan tenaga honorer lainnya di Kota Terpencil. Menerima insentif Rp 600 ribu per semester, yang kabarnya insentif itu akan ditiadakan dengan alasan alokasi dana pemerintah tahun 2010 tidak mencukupi untuk membayar tenaga honorer yang ada.
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 2005, tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil, pasal 6 mengatakan, pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS berdasarkan peraturan pemerintah dilakukan mulai tahun anggaran 2005 dan paling lambat tahun anggaran 2009, dengan prioritas tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai APBN dan APBD.
Kemudian dipertergas dalam pasal 2, tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai APBN dan APBD.
Atas dasar pasal tersebut Honore, yang merasa telah mengabdi lebih dari 20 tahun segera mengurus persyarakat administrasi yang dibutuhkan untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS. Namun sayang, setelah persyaratan tersebut selesai lalu diajukan, justru Honore mendapat penolakan dari instansi terkait dengan alasan kendala usia yang telah melebihi batas maksimum dan harus mendapatkan SK dari pemerintah setempat.
Honore mengatakan, PP tersebut turun sejak tahun 2005, kala itu menurutnya, seluruh tenaga honorer belum satu pun mendapatkan SK dari walikota. Faktor lain yang menunda Honore menjadi PNS adalah revisi PP 48 tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS, pasal 4 ayat 1 yang berbunyi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi PNS.
Dalam hal ini yang mempunyai masa kerja sama. Tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang trsedia. Maka prioritas pengangkatan honorer berusia lebih tinggi. Usianya menjelang 46 tahun, maka yang bersangkutan menjadi prioritas pertama.
Atau dalam pengertiannya menjelang usia 46 tahun, yaitu apabila dalam tahun anggaran (2005-2009) berjalan tidak diangkat menjadi PNS, maka untuk tahun anggaran berikutnya menjadi tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PNS karena telah berusia lebih dari 46 tahun.
”Sampai di sana, saya merasa tahu diri. Saya berhenti mengurus segala perlengkapan menjadi PNS,” kata Honore. Saat Honore beserta rekan sekangkatanya berhenti perjuangkan nasib menjadi PNS, justru honorer usia senior di kejutkan dengan surat edaran pengangkatan kembali pekerja Pekerja Harian Lepas (PHL) di lingkungan pemerintah, tertanggal 10 Desember 2009.
Untuk itu Honore beserta tenaga honorer lainnya yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Murni (PGHM), mengadukan nasibnya pada Komisi D DPRD Kota Terpencil. ”Sesungguhnya baik anggota dewan dan dinas terkait, sudah berupaya membantu perjuangkan nasib kami, namun mereka juga terkendala dengan PP,” tutur Honore.
Bukan permasalahan jumlah insentifnya, tapi Honore dan rekan lainnya hanya ingin diperlakukan selaiknya manusia. Pendidik yang bisa mencerdasan anak bangsa. ”Ntahlah, pada siapa lagi kami mengadu,” keluh Honore.
Biarpun persoalan pengangkatan terus berkemelut, Honore tetap memberikan pendidikan seomptimalnya. Hal yang paling menyenangkan dalam hatinya, manakala ia melihat anak didiknya menjadi orang yang berhasil. ”Artinya saya masih punya nilai manfaat bagi generasi bangsa ini, biarpun saya tidak jadi PNS,” pungkasnya.