Cerpen Singkat Pendidikan, Benci Geografi - Sudah banyak cerita yang kita baca namun belum ada cerpen pendidikan yang kita pelajari. Sekarang, sisihkan sejenak kisah romantis, kita akan membaca sebuah cerpen pendidikan terbaru dengan judul "benci geografi".
Dilihat dari kategori ceritanya, cerpen singkat sederhana ini tentu akan memberikan teladan bagi kita kaum pelajar. Tentu saja isinya seputar pendidikan, dari judulnya pasti kisahnya tentang pelajaran, benar tidak ya?
Dilihat dari kategori ceritanya, cerpen singkat sederhana ini tentu akan memberikan teladan bagi kita kaum pelajar. Tentu saja isinya seputar pendidikan, dari judulnya pasti kisahnya tentang pelajaran, benar tidak ya?
Benar sekali, Cerpen tentang Pendidikan judul Benci Geografi ini adalah sebuah cerita pendek singkat yang mengisahkan tentang pelajaran atau tepatnya yang berhubungan dengan pelajaran.
Di kisahkan, dalam cerpen ini seorang pelajar - remaja putri - memiliki trauma tersendiri dengan pelajaran geografi. Ia begitu tidak suka dengan pelajaran ini.
Meski begitu ia tak pernah mengatakan bahwa ia membenci pelajaran tersebut, ia hanya mengatakan kurang semangat, tidak mood dan sebagainya.
Seorang teman, lebih tepatnya seorang sahabat, telah berhasil menyadarkan nya bahwa belajar itu penting termasuk mempelajari pelajaran geografi.
Karena sahabat tersebut ia tak lagi murung saat pelajaran geografi. Apa sebenarnya yang membuat pelajar itu membenci geografi dan apa yang telah dilakukan sahabatnya sehingga ia sadar? Temukan jawabannya di cerita pendek tentang pelajaran berikut!
Cerpen Pendidikan, Benci Geografi
Cerita Inggris Indonesia
Aku terus saja menggerutu dan mengomel sendiri sambil menunggu jam pelajaran ini yang tak kunjung habis. Sudah benar-benar tidak tahan, benar-benar tidak tahan apalagi jika ingat perut yang terus saja melilit karena sejak pagi belum di isi apapun.
Banyak yang mengatakan aku ini anak pintar, nyatanya memang aku selalu juara kelas, tapi entah mengapa sebenarnya aku tidak begitu menikmati belajar, apalagi untuk mata pelajaran yang akan dimulai sehabis jam istirahat ini.
Pelajaran dan ilmu yang entah karena apa tak pernah bisa membuatku simpatik, aku selalu saja kehilangan mood saat berhadapan dengan pelajaran ini. Bahkan dulu waktu masih SMP aku sering tertidur saat pelajaran tersebut. "Teng....teng....teng......", suara bel tanda jam istirahat telah berbunyi namun aku masih saja memangku dagu, asyik dengan lamunan yang tak jelas.
"Hei....! sudah jam istirahat, jangan melamun terus!!!" Tiba-tiba suara Hani memecah dan membuyarkan semua lamunan ku.
"E...ei... iya,..." Aku hanya menjawab singkat saat sahabatku itu menggoyang bahu ku yang menandakan ia mengajak ku segera ke kantin.
"Buruan...sudah terlalu lapar nih...." dia berkata sambil menyeret lenganku
"Iya sabar kenapa, tak usah menyeret aku seperti itu, memang kambing.....!" jawabku kesal
"Kenapa mesti sewot kalau bukan," ucapnya sambil melirik, "eh... by the way tahu tidak persamaan kambing sama kamu??" lanjutnya sambil menatap ku serius.
"Apa....!!!" jawabku sambil melotot. Ia seperti tak kehabisan bahan untuk menggodaku.
"Sama-sama bau, hee e e e....." Puas mengejek aku ia langsung menghambur ke kantin dan memesan makanan untuk sarapan. Aku tidak begitu menghiraukan dengan apa yang ia katakan tadi karena memang kami sering bercanda seperti itu, kami adalah sahabat sejati - satu sama lain.
Semua pesanan telah habis, waktu tinggal tiga menit lagi sebelum bel berbunyi. Anak-anak lain sudah beranjak dan mulai memasuki kelas. Seperti hari-hari lain, aku masih benar-benar beranjak dari tempat duduk itu, nyaman sekali rasanya di kantin hanya berdua tanpa suara bising.
"Mau masuk tidak, kamu sekolah mau belajar apa mau jadi penjaga kantin!!" ucap Hani berlagak seolah seperti guru yang sedang memarahi muridnya.
"Ah....kamu kan tahu han.....aku...." belum sempat aku menyelesaikan perkataanku Hani malah kembali menyeret tangan ku sambil mengomel.
"Besok, kalau kamu masih seperti ini akan aku bawakan tambang dari rumah biar aku ikat sekalian kamu di tiang kelas itu"
Entahlah, terkadang aku memang suka tidak bisa mengendalikan perasaan, dan sialnya selalu saja pelajaran geografi yang menjadi korban.
Sebenarnya, di hati ini tak ada rasa benci pada pelajaran tersebut tapi entah mengapa aku selalu saja enggan dan setengah hati dalam mengikuti pelajaran itu. Bahkan meski katanya pelajaran ini adalah pelajaran yang paling mengasyikkan karena gurunya mudah dan ganteng, kata mereka sih.
oOo
Tak ada yang berbeda, beberapa minggu berjalan seperti biasanya, masih malas saja dengan pelajaran ini. Padahal sebentar lagi sudah akan ada mid semester, aku belum belajar sama sekali seperti mereka.
"Sin, bagaimana persiapan untuk mid semester ini, bagus?" tanya Hani kepada ku
"Biasa saja, kamu kan tahu bagaimana aku" jawabku singkat
"Iya aku tahu persis, meski terlihat tidak pernah belajar namun kamu selalu bisa mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Bahkan untuk pelajaran yang kamu benci sekalipun..." ucapnya
"Eits....tidak ada satu pelajaran pun yang aku benci, enak saja!" ucap ku memprotes perkataannya.
"Bagaimana dengan geografi, suka?" Hani mulai menohok ke persoalan sebenarnya.
"Iyaa si....tapi itu bukan benci Han, tapi kurang mood aja" ucapku membela diri.
Saat itu aku tahu persisi bahwa Hani sahabatku itu akan memberikan ceramah gratis kepadaku. Aku pun sudah siap-siap menebalkan daun telingaku untuk menerima dan mendengarkan berbagai nasehatnya.
Aku juga terkadang heran, meski otaknya pas-pasan namun dalam hal wawasan Hani seperti orang dewasa, bahkan seperti ayahku. Ia benar-benar tahu mana yang baik dan mana yang buruk, bahkan sering kali membuktikan bahwa ucapannya benar. Tapi kali ini ceramah Hani sudah terlalu panjang, sudah hampir 1 jam tapi belum ada tanda mau selesai, akhirnya aku pun punya ide.
Dia tengah asyik menceramahi aku tentang bagaimana seharusnya aku menyiapkan diri untuk ulangan mid semester. Ia mengatakan bahwa meski aku selalu juara namun bukan mustahil aku bisa dikalahkan oleh dia yang rajin belajar. Aku tahu, aku paham tapi saat itu entah kenapa aku sedang tidak ingin dia mengomel terus sampai akhirnya terpaksa aku mengalihkan pembicaraan itu.
"Eh...ngomong-ngomong bagaimana dengan puisi yang kamu buat, sudah selesai, lihat dong?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Baca juga cerita legenda asal mula bukit catu
"Emm....ya, sudah si tapi masih acak-acakan, belum di tulis ulang" jawabnya serius, "tapi buat apa kamu lihat, kan gak ada gunanya kalau dilihat tapi tak di baca" lanjutnya mengkritik bahasa yang aku gunakan.
"Ya...maksudku di baca kalee...." sahut ku sambil menjambak rambutnya, "aku punya satu puisi yang aku buat kemarin, di buat sekali jadi tapi bagus kok" lanjutku.
"Apa....kamu buat puisi, tidak salah, memang kamu bisa?" jawabnya meledek
Sedikit kesal aku di buatnya, ya memang sih untuk urusan karya sastra aku kurang begitu peka, kurang begitu peka tapi bukan bodoh lho... Wajar saja jika sahabatku yang satu ini langsung sewot ketika aku bilang bahwa aku membuat puisi. Tanpa bertanya lagi apa dia mau membaca atau tidak, aku langsung menyodorkan puisi pelajaran yang aku buat kemarin.
Belajar Geografi sangat sulit
Materinya sesolid batuan beku
Membuat semua pusing
Seperti otak terkena gempa tektonik
Perasaan meluap seperti erupsi eksplosif
Meletus-letus tak beraturan
Menghasilkan seisme di otak
Belajar Geografi sangat sulit
Serasa seperti gunung api maar
Bahan ulangan sangat banyak
Pikiran menjadi sedalam horizon R
30 halaman sangatlah banyak
Membuat otak menjadi lempung
Geografi seperti tanah pasir, sulit ditanami
Ada satu permintaan saya
Mohon bahan ulangan dikurangi
Dan puisi ini jangan dipajang
Dan puisi ini jangan dipajang
"Haa.aaaa.aaa....." Ia berteriak begitu keras, ia benar-benar terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Tahu, apa yang ia katakan saat itu? Ia memuji ku, ini adalah kali pertama ia memuji diriku, benar-benar kali pertama selama ia menjadi sahabatku. Kadang aku juga heran kenapa ia sama sekali tak mau memujiku, padahal jelas sekali aku layak untuk itu.
"Puisi mu benar-benar bagus, bagus sekali" ucapnya sembari masih memegang perutnya. "Itu adalah untaian kata yang lumayan rumit, maaf jika aku harus tertawa, bukan karena puisi mu yang lucu namun aku benar-benar heran kamu bisa segitunya sama mata pelajaran yang satu ini, kenapa sih?"
Di hari itu akhirnya aku pun buka mulut, aku menceritakan pada Hani tentang pengalaman buruk yang pernah ku dapatkan di sekolah dulu. Kala itu aku pernah benar-benar malu karena pelajaran tersebut. Ku ceritakan padanya bahwa suatu hari pernah aku merasa benar-benar dipermalukan oleh pelajaran ini. Kala itu geografi adalah pelajaran pertama, seperti biasanya aku berangkat belum sarapan. Hari itu aku kesiangan, setelah masuk, sesampainya di kelas aku bahkan lupa mengancingkan resleting rok ku, maklum saat itu masih anak-anak.
Aku menyadari hal itu ketika guru geografi meminta ku mengerjakan PR yang diberikan di rumah. Saat itu aku harus menulis jawabannya di papan tulis. Teman-teman di belakang ramai, ada yang berbisik-bisik dan ada yang tertawa cekakak-cekikik.
"Aneh, pasti ada yang salah" pikir ku saat itu. Langsung saja aku menoleh ke hadapan mereka, benar saja, satu di antara teman ada yang berteriak "warna-nya biru, warna-nya biru" sambil tertawa. Aku langsung sadar, "ini pasti resleting tadi yang belum selesai aku benarkan" gumamku dalam hati. Sambil berdiri mendekati tembok aku akhirnya membenarkannya. Itu adalah pengalaman menakutkan dan memalukan yang selalu ku ingat, atas semua itu aku menyalahkan guruku, kenapa harus memanggilku saat aku sedang berusaha membenarkan resleting.
Hani bukannya simpati, ia malah tertawa lagi tapi kali ini tawanya tak seperti tadi. "Oh.... ya, sekarang aku tahu kenapa kamu seperti itu", ucapnya. Meski di tertawakan, aku merasa sedikit lega karena telah bercerita kepada sahabatku itu. Memang benar, aku kurang suka dengan geografi karena pengalaman itu.
Menjelang sore, aku dan Hani akhirnya memutuskan untuk melanjutkan curahatan tadi esok lagi.
"Yuk, sudah sore, kita pulang, kita seharusnya kan sudah pulang dari tadi" ajaknya
"Iya, nanti kita kena omel lagi sama ortu.."ucapku menimpali
"Tapi, sebelum pulang aku ada sesuatu untuk kami, a gift - sebuah hadiah karena kamu sudah mau curhat sama aku mengenai masalah pelajaran ini."
"Apa,... " jawabku penasaran
Ia memberikan aku sebuah gulungan kertas. "Jangan di buka sebelum sampai ke rumah, baca ini tepat setelah azan isya nanti malam", pesannya padaku. Berang aku di buatnya, masa untuk membaca sebuah kertas saja aku harus menunggu sampai malam segala, mana harus pas abis azan lagi. Aku benar-benar penasaran, tapi aku harus menuruti pesan Hani, aku tahu, ini adalah bentuk dari sebuah tanggung jawab, kepercayaan dan amanah yang harus dijalankan. Lagian aku sudah berjanji sama dia, harus di tepati dong.
Akhirnya, waktu yang aku tunggu datang, bergegas aku masuk kamar dan membuka gulungan kertas tersebut. "Ini adalah sebuah puisi" ucapku pelan. Rupanya ia membuatkan aku sebuah puisi tentang pelajaran geografi.
Sendirian di dalam kamar membaca puisi dari Hani membuatku geli, aku terpingkal, rupanya selama tiga hari ini ia sibuk membuat puisi hanya untuk membantu aku menghilangkan rasa benci ku pada pelajaran ini. Di tengah puisi nya yang menggelitik, puisi itu mampu membuatku tersadar atas apa yang selama ini telah aku lalaikan.
Malam itu, setelah membaca puisi itu hati ku benar-benar tenang, mungkin perasaan benci pelajaran geografi sudah benar-benar hilang. Aku seperti sudah tidak marah lagi, aku seperti sudah tidak jengkel lagi. Ya, akhirnya aku tidur terlelap dengan senyuman. Di tidur itu, geografi menjadi hal yang mengharumkan namaku. Mudah-mudahan akan demikian adanya sampai aku selesai kuliah nanti.
Sudah selesai, sekarang kita boleh membaca cerita cinta karena sudah membaca Cerpen Singkat Pendidikan, Benci Geografi di atas. Eh, ada cerpen yang bagus lho, temanya adalah cinta pertama, cukup menarik kok. Bagi yang ingin membacanya bisa langsung lihat di bagian bawah. Jangan lupa catat juga alamat situs ini ya.
"Puisi mu benar-benar bagus, bagus sekali" ucapnya sembari masih memegang perutnya. "Itu adalah untaian kata yang lumayan rumit, maaf jika aku harus tertawa, bukan karena puisi mu yang lucu namun aku benar-benar heran kamu bisa segitunya sama mata pelajaran yang satu ini, kenapa sih?"
Di hari itu akhirnya aku pun buka mulut, aku menceritakan pada Hani tentang pengalaman buruk yang pernah ku dapatkan di sekolah dulu. Kala itu aku pernah benar-benar malu karena pelajaran tersebut. Ku ceritakan padanya bahwa suatu hari pernah aku merasa benar-benar dipermalukan oleh pelajaran ini. Kala itu geografi adalah pelajaran pertama, seperti biasanya aku berangkat belum sarapan. Hari itu aku kesiangan, setelah masuk, sesampainya di kelas aku bahkan lupa mengancingkan resleting rok ku, maklum saat itu masih anak-anak.
Aku menyadari hal itu ketika guru geografi meminta ku mengerjakan PR yang diberikan di rumah. Saat itu aku harus menulis jawabannya di papan tulis. Teman-teman di belakang ramai, ada yang berbisik-bisik dan ada yang tertawa cekakak-cekikik.
"Aneh, pasti ada yang salah" pikir ku saat itu. Langsung saja aku menoleh ke hadapan mereka, benar saja, satu di antara teman ada yang berteriak "warna-nya biru, warna-nya biru" sambil tertawa. Aku langsung sadar, "ini pasti resleting tadi yang belum selesai aku benarkan" gumamku dalam hati. Sambil berdiri mendekati tembok aku akhirnya membenarkannya. Itu adalah pengalaman menakutkan dan memalukan yang selalu ku ingat, atas semua itu aku menyalahkan guruku, kenapa harus memanggilku saat aku sedang berusaha membenarkan resleting.
Hani bukannya simpati, ia malah tertawa lagi tapi kali ini tawanya tak seperti tadi. "Oh.... ya, sekarang aku tahu kenapa kamu seperti itu", ucapnya. Meski di tertawakan, aku merasa sedikit lega karena telah bercerita kepada sahabatku itu. Memang benar, aku kurang suka dengan geografi karena pengalaman itu.
Menjelang sore, aku dan Hani akhirnya memutuskan untuk melanjutkan curahatan tadi esok lagi.
"Yuk, sudah sore, kita pulang, kita seharusnya kan sudah pulang dari tadi" ajaknya
"Iya, nanti kita kena omel lagi sama ortu.."ucapku menimpali
"Tapi, sebelum pulang aku ada sesuatu untuk kami, a gift - sebuah hadiah karena kamu sudah mau curhat sama aku mengenai masalah pelajaran ini."
"Apa,... " jawabku penasaran
Ia memberikan aku sebuah gulungan kertas. "Jangan di buka sebelum sampai ke rumah, baca ini tepat setelah azan isya nanti malam", pesannya padaku. Berang aku di buatnya, masa untuk membaca sebuah kertas saja aku harus menunggu sampai malam segala, mana harus pas abis azan lagi. Aku benar-benar penasaran, tapi aku harus menuruti pesan Hani, aku tahu, ini adalah bentuk dari sebuah tanggung jawab, kepercayaan dan amanah yang harus dijalankan. Lagian aku sudah berjanji sama dia, harus di tepati dong.
Akhirnya, waktu yang aku tunggu datang, bergegas aku masuk kamar dan membuka gulungan kertas tersebut. "Ini adalah sebuah puisi" ucapku pelan. Rupanya ia membuatkan aku sebuah puisi tentang pelajaran geografi.
Cinta kami pada geografi bagai 3 lapisan bumi
Bila dilihat seberapa dalamnya
Dalam sekali dari barysfer sampai litosfer dalamnya
Oh guru geografi ku
Engkau rela berbagi lembah-lembah ilmu
Engkau tangguh saat mengajar kami bagai batu metamorf
Pegunungan wawasan rela kau daki
Lembah pengetahuan kau seberangi
Kau mendidik kami bagai endogen membentuk muka bumi
Kadang kau mengajar kami perlahan seperti erupsi efusif
Kadang kau mengajar kami perlahan dengan tergesa-gesa seperti erupsi eksplosif
Lagu-lagu yang kau nyanyikan bagai hujan orografis
Yang menyuburkan otak kami
subur seperti tanah gambut
Saat engkau memberitahu kami akan ada ulangan
Kami rasakan seisme dan skala ritcher pada otak kami
Materi geografi yang bagai lipatan kompleks
membuat otak kami terkikis
lalu berubah menjadi pasir….debu…lempung….
Tetapi kami tetap cinta pada geografi
Pelajaran ini seperti reboisasi untuk pikiran kami
Kau penuh dengan informasi
Setiap bertemu denganmu
Aku merasakan letusan di hatiku
Karena aku sangat bersemangat
Tetapi….
Setiap ulangan membuat hatiku
merasakan gempa
Setiap hari aku disuburkan oleh
informasi vulkanismemu
Setiap hari belajar geografi
seperti pelapukan mekanik siang dan malam
Tetapi terkadang semangatku terasa di erosi
Bagaikan longsor semua niatku
Setiap hari aku ditempa oleh ablasi
Glasial abrasi adn erosi aquatis
Setiap informasi kuserap
Akan kuserap ke Horizon R
Akan kuubah niatku bagaikan sekeras Bedrock
Akan kuubah semangatku sesubur tanah vulkanisme
Akan kuatasi dengan reboisasi
di hatiku dan semangatku
Akan kuubah semangatku seperti gempa
Mr. Steven
Rambut seperti Gunung Api Maar
Walaupun Saat Kau Marah seperti Gunung Api
Bahkan amarahmu membuat lempengbumi bergeser
Kau bagaikan litosfer
Kemampuanmu diasah layaknyadiamond
Engkau seperti batuan beku
Yang mempunyai suhu yang tinggi, tetapi mempunyai hati yang bersuhu rendah
Kau mengerosi kami jika kami berbuat kesalahan
Kau mempunyai kepala yang keras
Seperti lapisan tanah horizon R
mempunyai jari tangan seperti kerikil
Kau memupukan kami agar menjadi lebih baik
tersusun dari logam Silicium dan Aluminium
Engkau adalah inti bumi dari Geografi
Seperti pasir, debu, dan lempung
yang selalu ingin membentuk
seperti ukuran partikel tanah
Sendirian di dalam kamar membaca puisi dari Hani membuatku geli, aku terpingkal, rupanya selama tiga hari ini ia sibuk membuat puisi hanya untuk membantu aku menghilangkan rasa benci ku pada pelajaran ini. Di tengah puisi nya yang menggelitik, puisi itu mampu membuatku tersadar atas apa yang selama ini telah aku lalaikan.
Ilustrasi Cerpen Pendidikan Benci Geografi |
oOo
Sudah selesai, sekarang kita boleh membaca cerita cinta karena sudah membaca Cerpen Singkat Pendidikan, Benci Geografi di atas. Eh, ada cerpen yang bagus lho, temanya adalah cinta pertama, cukup menarik kok. Bagi yang ingin membacanya bisa langsung lihat di bagian bawah. Jangan lupa catat juga alamat situs ini ya.