Dari cerita "Asal Mula Bukit Catu" ini kita diajarkan untuk bersyukur atas apa yang telah di berikan kepada kita. Kita harus berterima kasih dan menyusuri pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Ceritanya cukup menghibur, menarik dan bisa kita gunakan sebagai bahan belajar juga. Lalu ceritanya seperti apa sih sebenarnya?
Asal mula bukit catu mengisahkan kehidupan petani yang sombong dan tamak. Petani tersebut sudah diberkati dengan hasil panen yang selalu melimpah tidak seperti petani lainnya. Namun hal itu membuat sang petani dan istrinya lupa diri. Ia selu saja ber-kaul untuk membuat tumpeng nasi yang besar jika panen yang dihasilkan dari sawahnya bertambah.
Awalnya petani tersebut sangat senang karena diberi hasil panen yang melimpah, mereka kemudian mengadakan pesta untuk merayakan hasil panen tersebut.
Kemudian timbullah rasa sombong yang akhirnya membuat petani tersebut lupa diri dan lupa berterima kasih. Melihat sebuah onggokan tanah sebesar catu di areal sawahnya dengan sombong ia pun langsung ber-kaul akan membuat tumpung sebesar itu pula.
Malang, setelah terlaksana rupanya onggokan tanah tersebut makin hari makin besar dan karena kesombongannya petani tersebut pun tetap ber-kaul untuk membuat tumpeng sebesar itu juga.
Akhirnya, karena keinginannya tersebut padi yang dimilikinya pun habis dan tak cukup lagi untuk mengabulkan kesombongannya tersebut.
Petani tersebut menjadi miskin dan onggokan tanah tersebut akhirnya di kenal dengan sebutan "bukit catu". Itulah sedikit gambaran mengenai isi cerita dongeng dari Bali tersebut. Supaya tidak penasaran mari kita baca langsung cerita selengkapnya di bawah ini.
Mereka menginginkan hasil panen padinya lebih banyak dari pada hasil panen sebelumnya. "Hem, sebaiknya pada musim tanam padi sekarang ini kita berkaul," usul Pak Jurna pada istrinya. "Berkaul apa, pak?" sahut Bu Jurna. "Begini, jika hasil panen padi nanti meningkat kita buat sebuah tumpeng nasi besar, ujar Pak Jurna penuh harap. Ibu Jurna setuju.
"Sekarang kita berkaul lagi. Jika hasil panen padi nanti lebih meningkat, kita akan membuat tiga tumpeng nasi besar-besar," ujar Pak Jurna yang didukung istrinya. Mereka pun ingin mengadakan pesta yang lebih meriah daripada pesta sebelumnya.
Pak Jurna dan istrinya berkaul lagi akan membuat lima tumpeng besar jika hasil panen dan ternaknya menjadi lebih banyak. Panen berikutnya melimpah ruah dan ternaknya semakin banyak. "Suatu anugerah dari Sang Dewata, apa yang kita mohon berhasil," ucap Pak Jurna datar.
Catu adalah alat penakar beras dari tempurung kelapa. Setelah mengamati onggokan tanah itu, pak Jurna segera melanjutkan perjalanan mengelilingi sawahnya. Setelah itu, ia pulang ke rumah. Setibanya di rumah, pak Jurna bercerita pada istrinya tentang apa yang dilihatnya tadi. Ia segera mengusulkan agar membuat catu nasi seperti yang dilihat di sawah. Ibu Jurna mendukung rencana suaminya.
Pesta pora segera dilaksanakan sangat meriah. Beberapa catu nasi segera dibawa ke tempat sebuah catu yang berupa onggokan tanah berada. Namun, Pak Jurna sangat terkejut melihat catu tersebut bertambah besar.
Hikmah yang bisa kita ambil dari cerita tersebut adalah sebaiknya kita tidak sombong dan lupa diri atas apa yang telah diberikan kepada kita. Karena kesombongan jangan sampai kita mengalami hal yang terjadi seperti dalam Cerita Legenda Asal Mula Bukit Catu tersebut. Itu saja, jangan lupa baca juga beberapa cerita legenda lainnya di bagian bawah.