Cerpen Singkat Impian Cita Cita - Apakah kalian tahu apa itu mimpi? bunga tidur. Pasti
itu yang terlintas dalam pikiran kalian. Tapi, bukan itu mimpi yang kumaksud.
Mimpi atau sering disebut impian. Kalian tahu bukan apa itu impian?
Impian adalah sesuatu yang teramat ingin kita capai. Apakah kalian mempunyai suatu yang teramat ingin dicapai? pasti punya cita - cita , bukan? begitupun denganku.
Impian adalah sesuatu yang teramat ingin kita capai. Apakah kalian mempunyai suatu yang teramat ingin dicapai? pasti punya cita - cita , bukan? begitupun denganku.
Aku, keisya. Impian terbesarku adalah menjadi seorang
pelukis yang karyanya dihargai dan bisa membuat orang-orang tersenyum puas saat
melihatnya. Aku juga ingin, sangat ingin membuat pameran lukisanku sendiri.
Membayangkan betapa bangganya kedua orangtuaku nanti sungguh membuatku tak sabar ingin mewujudkan mimpi itu. aku mendesah pelan, memejamkan kedua mataku, membisikan harapan agar impianku terwujud kepada tuhan.
Kubuka mataku kembali lalu menatap ke arah langit biru yang tersenyum cerah seakan-akan menyemangatiku.
Membayangkan betapa bangganya kedua orangtuaku nanti sungguh membuatku tak sabar ingin mewujudkan mimpi itu. aku mendesah pelan, memejamkan kedua mataku, membisikan harapan agar impianku terwujud kepada tuhan.
Kubuka mataku kembali lalu menatap ke arah langit biru yang tersenyum cerah seakan-akan menyemangatiku.
“keisya,” kutolehkan kepalaku ke arah samping, kudapati
seorang gadis cantik duduk di sampingku entah sejak kapan. Gadis yang sedang
tersenyum manis menampakan eyes smile yang dimilikinya.
“fadhia? sejak kapan kamu disini?” tanyaku dengan kening
berkerut. Dia masih tersenyum.
“kira-kira 3 menit lebih 45 detik yang lalu,” jawabnya yang
kuyakin asal. Ayolah, dia tak mungkin serajin itu menghitung menit juga
detiknya.
“aku serius!” diletakannya jari telunjuk dan tengah di
samping kepalanya membentuk huruf v. kugelengkan kepalaku melihat kelakuan
sahabatku yang agak aneh ini. Kembali aku sibuk dengan kegiatan awalku,
menikmati semilir angin yang berhembus nyaman di depan kelasku.
“kekuatan dari sebuah impian, kamu percaya itu kan, dhi?”
senyap. Tak ada jawaban dari sahabat teranehku ini. Kumelirik sekilas ke
arahnya. bingung. Kesan pertama yang kudapati diwajahnya. Sungguh, wajah
bingungnya sangat konyol!
“hmm. Masih bermimpi menjadi pelukis?”
“hey! bukan bermimpi tapi impian!” aku menjitak pelan
kepalanya membuat dia meringis dan menampakan mimik tak suka kepadaku.
“hey jangan pukul kepalaku! sakit tahu! lagi pula itu kan
sama saja?”
“beda tahu! bermimpi itu hanya disaat kau tak sadar dan tak
tahu apa yang sedang kau lakukan sedangkan impian itu adalah sesuatu yang
teramat ingin kau capai,” “ya biasa aja kali gak usah pake jitak-jitak,” aku hanya
tersenyum malu seraya menunjukan deretan gigi rapiku kepadanya.
“memangnya kamu benar-benar ingin menjadi pelukis, sya?
aslinya? seriusan?”
“fadhia sayang, fadhia cantik, fadhia imut sudah berapa kali
aku bilang jika aku ingin menjadi seorang pelukis dan aku benar-benar serius,”
“iya sih, tapi, sya-” kulihat ada keraguan di wajah sahabat
cantikku ini. Kudorong pelan jidatnya membuat dia meringis dan menatap tajam ke
arahku lagi.
“kegagalan bukan akhir dari segalanyakan, dhi? proses
menjadi sesuatu yang berharga itu tak semudah menyiram wajahmu dengan jus jeruk
kan, dhi? aku hanya ingin mencoba menjadi sesuatu yang lebih indah lagi, dhi,”
kusandarkan kepalaku di atas bahunya yang lebih tinggi dariku.
“hmm. Try to be something if you’re nothing. Try to be
somebody if you’re nobody. But don’t try to be someone else-“
“just be yourself, iya kan?” aku tersenyum manis seraya
memeluk pinggangnya erat.
“ayo kita wujudkuan impianmu bersama-sama dengan kekuatan
impian yang kamu punya!” serunya semangat membuat aku terkekeh geli
mendengarnya.
“hmm. Juga dengan kekuatan persahabat kita!” lanjutku pelan
yang disetujui olehnya.
“jangan buat kekuatan itu terkikis hanya karena kegagalan,
sya,” bisiknya pelan, aku mengangguk.
“jangan buat kekuatan persahabatan kita terkikis dengan
pengkhianatan, dhi,” decakan pelan terdengar saat aku menirukan gayanya
barusan.
“yang paling penting jangan pernah menyerah dan putus asa!”
kukecup pipinya singkat lalu berlari setelah menjulurkan lidah ke arah gadis
bertubuh ramping itu. aku sangat tahu jika dia paling tak suka dikecup. Kalian
dengarkan teriakannya yang menggelegar itu? teriakan khasnya, fadhia. Sahabatku
tercinta yang kini tengah berlari mengejarku.
Aku tertawa puas tanpa
menghentikan langkah kaki ini. Fadhia, mari kita wujudkan impianku bersama-sama
dengan kekuatan impianku juga kekuatan persahabatan kita setelah itu mari kita
cari impianmu, ahya, alasan kenapa dia menjadi sahabat teranehku karena dia tak
punya impian. Dan itu sangat aneh. Kita hadapi semuanya bersama, dhi!
- Tamat -