Untuk hiburan dan untuk bahan belajar biasanya banyak yang membutuhkan contoh cerpen terpendek, maka dari itu akan kita berikan satu karya sederhana berikut. Cerpen sederhana berikut ini berjudul "Di Sudut Pendopo". Seperti apa cerita yang ada dalam cerpen tersebut, lebih baik kita baca langsung bersama cerita pendeknya di bawah ini.
Cerpen di bawah ini menggambarkan kehidupan yang sulit yang dialami oleh seorang remaja. Digambarkan seorang remaja sedang berjuang keras menghadapi kegetiran yang ada di hatinya. Dalam kehidupan yang dirasa begitu sulit, untungnya masih ada satu orang sahabat yang selalu dan senantiasa menemaninya.
Di Sudut Pendopo
Contoh Cerpen Terpendek
Seperti biasa, setelah seminggu penuh sibuk dengan berbagai rutinitas yang membosankan dan melelahkan, sore itu Mira menghabiskan waktu dengan termenung sendiri di sebuah lokasi taman kota yang sederhana. “Pendopo”, taman kecil itulah yang selalu menjadi teman Mira melepaskan semua gundah hati.
Suasana yang kadang sepi kadang ramai, berhias gemericik air mancur yang sama sekali tak besar di bagian tengah, beberapa tanaman hias di pinggiran yang seolah begitu jengah menatap sekeliling, selalu menjadi pemandangan yang tak pernah tersentuh oleh mata Mira. Ia duduk sesore dengan pikiran kosong, tatapan hampa tembus pandang entah kemana.
“Kapan Mira, kapan giliran kamu….?”
“Ah… aku tak kan mungkin memiliki kesempatan seperti engkau Sin…”
“Duh…duh….. jangan laju merajuk gitu Mir, tak baik…. Apalagi menyalahkan nasib….”
“Iya aku tahu, tapi kadang aku lelah Sin dengan semua ini, hidup ini begitu berat bagiku…”
“Ingat Mir, masih banyak yang lebih tidak beruntung dari kamu, coba lihat, banyak yang harus hidup tanpa apapun, tapi mereka masih mau melangkahkan kaki menjalani titah Alloh…”
Mira terus saja terngiang ucapan sahabatnya beberapa waktu. Semakin ia mengingat apa yang Sinta katakan maka gejolak hatinya semakin dalam, darah di dalam tubuhnya semakin bergemuruh dan mendidih.
“Sampai kapan Sin…. Sampai kapan aku harus seperti ini….”
“Sampai kamu memilih menyerah dan menerima azab Alloh yang sangat pedih….”
“Tapi…”
“Cobalah lihat diri kita Mir, kita ini mahluk yang tak tahu terima kasih.,.. kita sudah diberi begitu banyak kelebihan, kenikmatan, kemudahan tapi kita sibuk melihat dan mencari apa yang tidak ada dan tidak kita miliki, kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain…. Apa kau pikir mereka itu semua bahagia, kita tidak tahu Mir…”
Selalu saja ada perdebatan sengit yang Mira ingat di tempat itu. Pendopo itu seolah sengaja membangunkan memori semua perdebatan yang pernah terjadi. Taman pendopo itu seolah tak henti-hentinya mencoba menguji keyakinan dan keteguhan hati Mira, seorang remaja yang harus menjalani kerasnya hidup sendirian. Seolah belum cukup derita yang Mira rasakan sampai ia harus selalu menanggung pikiran-pikiran yang berkecamuk diotaknya itu.
“Aku hanya ingin mengeluh Sin, aku hanya ingin melepaskan semua ini meski sejenak….”
“Maka lepaskanlah sobat, aku disini, kau tidak sendiri…..”
“Terima kasih Sin, tapi…”
“Sudahlah, tidak usaha terlalu banyak tapi, sekarang aku lah satu-satunya yang kau miliki… tidakkah aku berharga untukmu???”
“Tentu saja Sin, engkau lebih dari harta apapun…”
Satu dua kebersamaan antara Mira dan Sinta memang kadang bisa menguatkan hati dan jiwa Mira yang goncang. Wajar memang, ia masih begitu muda namun harus menjalani hidup sendiri. Orang tuanya sudah tiada, ia hidup dengan Sinta yang dengan suka rela menemaninya di rumah peninggalan kedua orang tuanya.
Sesekali orang tua Sinta menjenguk mereka namun mereka lebih banyak menghabiskan waktu berdua, menjalani semua kepedihan. Sinta adalah anak dari sahabat orang tua Mira. Sebelum kedua orang tua Mira pergi mereka pernah menitipkan Mira kepada orang tua Sinta untuk menjaganya…
Sekarang, Mira mulai menginjak remaja, tanpa dukungan siapapun dan terkadang jiwa mudanya goyah dan limbung menghadapi pahitnya hidup. Karena itulah hampir setiap akhir pekan ia selalu menyendiri di tepian taman pendopo yang sama sekali tak indah itu.
--- Tamat ---